Sabtu, 31 Desember 2011

Seuntai Kata Aya untuk Mama


Terkadang ku berfikir, "Begitu banyak peristiwa yang terjadi selama ini, begitu banyak yang bisa dijadikan pelajaran hidup, tapi tidak membuat ku bersikap lebih dewasa dan bijaksana dalam menjalani hidup ku sendiri saat ini. Hantaman yang bertubi-tubi pun tidak mampu membangkitkan kemampuan dalam diri untuk berubah menjadi lebih tegar dan kuat dalam menghadapi semua ujian dan rintangan dalam hidup. Akan seperti apa hidupku kedepannya andai aku tak mampu menghadapi tantangan hari ini.”

Sering ku berfikir untuk berubah, “Ayo berubah Aya, demi orang berharga yang selalu mendukungmu, setidaknya berubah dan memberikan yang terbaik untuk dirimu sendiri.” Hal seperti ini hanya bertahan sekejap saja, bahkan kadang hanya terlontar dalam pikiran tanpa ada realisasi nyata dalam keseharian hidupku.

Ku selalu berkeinginan untuk membahagiakan mama, tapi langkah yang kujalani kadang dengan sadar ku tahu bahwa itu bukan jalan menuju kebahagiaan itu. Aku hanya berbasa basi dengan mama untuk membuat mama lega, agar mama tahu bahwa aku sedang berusaha disini. Aku selalu meminta mama untuk mendoakanku, mama dengan tanpa lelah selalu mendoakan untuk keberhasilanku kelak, karena keberhasilanku adalah kepuasan hati mama. Kadang aku menyesal menyia-nyiakan usaha mama dengan tidak serius dalam langkah ini, tapi aku tak mampu melawan keinginan hati yang entah karena haus akan hal-hal baru atau hanya pelampiasan keinginan belaka melakukan hal-hal yang aku tahu akan membuat mama kecewa.
Sudah begitu banyak beban mama, sudah seharusnya aku membantu meringankan beban itu, setidaknya tidak menambah beban hidupnya. Membesarkan seorang anak perempuan tanpa sosok seorang suami disampingnya tentu bukan pekerjaan mudah dan layak untuk dihargai. Entah darimana kekuatan itu ada, mama tidak pernah terlihat lelah saat membesarkanku. “Aya ingin membalas jasa-jasa mama, walau Aya tahu itu tidak mungkin terbalas.”

Mungkin ini janji kesekian yang kuucapkan, “Aya mau berubah ma, Aya ngga mau ngecewain mama lagi. Udah cukup airmata mama keluar karena beban hidup ini. Aya ngga mau menambah beban mama lagi. Aya ingin berjuang bareng mama. Untuk kehidupan kita nanti. Kehidupan yang sampai saat ini belum terbayangkan bagaimana akhirnya. Untuk itu ma, tetap ada disamping Aya, tetap dukung Aya, tetap jadi sosok ibu yang Aya kenal, sosok ibu yang tertangguh yang pernah Aya kenal, bahkan lebih tangguh dari RA Kartini yang dipuja sebagai pahlawan bagi perempuan Indonesia. Tapi buat Aya, Mama adalah pahlawan Aya. Tetap tegar ma, Aya selalu mendukung mama apapun yang terjadi. Aya sayang mama…”

Selasa, 20 Desember 2011

Alqis Bercerita #2



Belakangan ini Alqis mungkin membuat beberapa orang terkejut dengan sikap yang Alqis tunjukkan didepan mereka. Alqis jadi cepat marah dan meledak-ledak kalau berbicara.  Alqis pun bingung kenapa belakangan suka sekali marah. Padahal sudah lama tidak mengalami hal seperti ini. Alqis ingat terakhir marah-marah ngga jelas saat berada di bangku sekolah atas, Alqis selalu marah gara-gara kelakuan teman-teman Alqis di sekolah yang sering membuat Alqis ngga habis fikir “ada ya orang-orang kayak gini”. Sekarang kembali terulang. Alqis sudah pernah bilang kalau Alqis itu orang yang temperamental, mereka mungkin baru belakangan ini melihat Alqis sering marah dan jarang tersenyum (kata mereka) karena Alqis selalu mencoba menahan sekuatnya beberapa waktu lalu. Tapi sepertinya sudah tidak mampu lagi karena makin banyak orang yang membuat Alqis terpancing emosinya.

Apa ya yang membuat Alqis kayak gini? Apakah kekecewaan yang selama ini dipendam (walau sebenarnya ngga bagus buat disimpan) terus bertambah seiring berjalannya waktu? Mungkin sifat Alqis yang tidak mudah akrab dan tidak mudah memahami sifat orang-orang disekitar Alqis membuat pribadi Alqis menjadi sedikit kurang dekat dengan mereka. Alqis berusaha memperbaiki apa yang ingin Alqis perbaiki. Tapi ternyata, yang Alqis dapat adalah kecewa. Kecewa yang Alqis dapatkan adalah dari orang-orang yang pernah dekat dengan Alqis sebelumnya. Kenapa Alqis bilang pernah? Karena sekarang Alqis bertemu dengan orang yang sama dengan sifat-sifatnya yang berbeda. Alqis ngga kenal lagi dengan orang-orang ini. Alqis bingung, “Alqis yang berubah atau mereka yang berubah?” Sudahlah,  Alqis ngga tahu mau cerita apa saat ini. Alqis lebih memilih menghindar untuk introspeksi diri demi kebaikan Alqis sendiri. Alqis bukannya tidak mau berbicara untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, Alqis ngga dapat apa-apa dari berbicara kepada mereka, yang akhirnya membuat Alqis menyerah untuk mengerti mereka.